Rabu, 25 Desember 2013

Masyarakat Sipil

Guys kali ini gue bakal nulis tentang Civil society, KONSEP civil society di Indonesia katanya sih mulai berkembang pada tahun 1990-an, meskipun sebenarnya wacana tentang civil society sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Istilah civil society memiliki terjemahan yang bermacam-macam, mulai dari "masyarakat madani", "masyarakat warga", "masyarakat sipil", atau masyarakat kewarganegaraan". Istilah-istilah tersebut sering muncul dalam penelitian-penelitian, diskusi-diskusi, seminar dan tulisan-tulisan popular. 

Dalam tulisan ini civil society diistilahkan sebagai masyarakat sipil. Civicus mendefinisikan masyarakat sipil adalah sebagai arena, di luar keluarga, negara, dan pasar, dimana orang-orang berkelompok untuk mendorong kepentingan bersama. 

Bertolak dari perspektif tersebut masyarakat sipil adalah arena sekumpulan orang yang bertemu untuk memengaruhi perkembangan masyarakat. Dalam perkembangan selanjutnya masyarakat sipil diartikan bukan hanya sekedar arena yang diisi sekumpulan orang yang terorganisir yang didirikan secara sukarela dan otonom dan mandiri terhadap negara, tetapi juga dicirikan oleh rasa toleransi, saling menghargai dan pluralisme di dalamnya. 

Eisenstadt (1995) menyatakan beberapa komponen penting yang harus ada dalam civil society: (a) Otonomi, artinya civil society terlepas dari pengaruh dan kebergantungan dari negara baik dibidang ekonomi, politik maupun sosial. (b) Masyarakat memiliki akses terhadap lembaga-lembaga negara. Setiap warga negara memiliki kebebasan berpartisipasi untuk memengaruhi perumusan kebijakan, melakukan hubungan (contacting) dengan pejabat negara, dan menyampaikan aspirasinya tanpa rasa takut dan Terintunidasi. (c) Adanya ruang publik yang bersifat otonom, dan (d) Ruang publik yang terbuka bagi seluruh warga masyarakat.

kalian tahu ngak sih, Masyarakat sipil muncul dikarenakan posisi masyarakat yang lemah sedangkan posisi negara sangat kuat Dalam artian pada saat posisi negara yang kuat maka akan terjadi ketimpangan, hak-hak rakyat menjadi terabaikan. Negara yang kuat akan memiliki kecenderungan menjadi otoriter, sehingga segala kebijakan lebih menjadi kepentingan negara tanpa mengikutkan masyarakat. Posisi negara yang kuat akan memunculkan distorsi-distorsi wewenang karena kontrol dari masyarakat yang lemah. Keadaan tersebutlah yang mendorong lahirnya organisasi masyarakat sipil.

Civil society memang berperan strategis untuk menangani isu-isu masyarakat sipil melalui akses yang lebih besar lagi dalam mengontrol sumber daya yang dilakukan oleh komunitas lokal dan organisasi rakyat. Memperkuat masyarakat sipil menghadapi hegemoni negara dan sektor bisnis. 

Atau bisa dikatakan civil society juga membantu masyarakat sipil menghadapi koorporasi modal internasional, waduh bener-bener penting ya. Secara gagasan ideal, tugas civil society adalah penyeimbang dan kontrol atas kekuatan hegemony atau mengambil posisi counter hegemony dan counter discours terhadap developmentalisme serta perkembangannya. 

Tugas penting dari civil society pada intinya adalah mensintesakan gerakan rakyat dan gerakan masyarakat sipil menjadi kenyataan, bukan hanya sekedar konotasi istilah, tetapi lebih pada herarkhi ideologis dan praksisnya.

Pasca terjadinya gelombang reformasi kasus-kasus korupsi kian terkuak dan juga marak. Kasus korupsi kian marak setelah diterapkannya desentralisasi. Pasca tumbangnya orde baru proses demokratisasi kian terbentang, kran kebebasan juga terbuka, mulai dari kebebasan berpolitik, berpartisipasi, berpendapat. 

Sayangnya kebebasan tersebut tidak diikuti kesiapan mental, moral dari para pemegang kekuasaan. Sehingga dalam implemantisanya otonomi daerah banyak terjadi distorsi kekuasaan, yang menyebabkan semakin maraknya praktik korupsi. 

Dalam implementasinya otonomi daerah tidak diimbangi penerapan good governance dalam penyelenggaraan pemerintah daerah. Pemberian otoritas yang sangat tinggi kepada kepala daerah dan minimnya akuntabitas salah satu pendukung dari praktik korupsi.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar